pengertian Ijaz, Ithnab dan Musawah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balaghah merupakan ilmu yang membahas
cara-cara menyusun kalimat yang baik dan bernilai tinggi menurut sastrawan dan
salah satu tujuannya adalah untuk dapat berbicara atau menulis dengan teratur
sesuai dengan kondisi dan situasi dan dengan cara yang indah.
Keindahan adalah merupakan sifat-sifatnya
yang paling menonjol. Keistimewaan yang nampak dan sasaran keindahannya ialah
bahasa yang menampilkan khayalan indah, gambaran halus, dan menyentuh kepada
bentuk-bentuk penyerupaan yang jauh antara beberapa hal.
BAB II
PEMBAHASAN
IJAZ,ITHNAB DAN MUSAWAH
A. Ijaz
Ijaz adalah mengumpulkan makna yang banyak dalam kata-kata yang sedikit
dengan jelas dan fasih. Ijaz yaitu salah
satu cara untuk
menyatakan maksud dengan pernyataan yang kata-katanya kurang dari
sebagaimana mestinya, tetapi pernyataan itu cukup memenuhi maksud.
Adapun ijaz ini menurut ahli balaghah terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Ijaz Qashr
a. Ijaz Qashr
Ijaz Qashr
yaitu penyampaian maksud
dengan cara menggunakan ungkapan yang
pendek, namun mengandung banyak
makna, tanpa disertai pembuangan beberapa kata atau kalimat.
b. Ijaz Hadzf
Ijaz Hadzf yaitu
ijaz dengan cara
membuang sebagian kata atau kalimat dengan syarat ada karinah yang
menunjukkan adanya lafaz yang dibuang tersebut.
v Contoh-Contoh :
a. Allah SWT.berfirman :
اَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ.(الأعراف : 54 )
“Ingatlah,menciptakan dan memerintah itu hanyalah
hak Allah”. (QS Al-A’raf:54)
b. Rasulullah Saw.bersabda :
الضَّعِيْفُ أَمِيْرُ الرَّكْبِ
“Orang yang lemah itu penguasa suatu rombongan
musafir”.
c. Dikatakan kepada seorang Arab Badui yang sedang
menggiring untanya yang banyak:
لِمَنْ هَذَاالْمَالُ ؟ فَقَالَ :للّهِ فِى يَدِيْ
“Milik siapa harta ini?”ia menjawab,”Milik Allah
di tanganku.”
d. Allah SWT.berfirman :
وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفٌّا صَفٌّا
.(الفجر : 22)
“Dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat
berbaris-baris”.(QS Al-Fajr :22)
e. Allah SWT.berfirman :
ق.والْقُرْانِ الْمَجِيْدِ ,بَلْ عَجِبُوْاأَنْ
جَاءَهُمْ مُّنْذِرٌمِّنْهُمْ .(ق :1-2 )
“Qaaf, demi Al-Qur’an yang sangat mulia.(Mereka tidak menerimanya), bahkan
mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan
dari kalangan mereka”. (QS Qaaf :1-2).
f. Allah berfirman tentang kisah Musa bersama dua
anak perempuan Syu’aib:
فَسَقى لَهُمَاثُمَّ تَوَلىّ إِلَى الظِّلِّ
فَقَالَ رَبِّ إِنِّيْ لِمَااَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيرٍفَقِيْرٌ,فَجَاءَتْهُ
إِحْدَاهُمَا تَمْشِيْ
عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِيْ
يَدْعُوْكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَمَاسَقَيْتَ لَنَا . (القصص : 24-25 )
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk(menolong)keduanya,kemudian dia
kembali ke tempat yang teduh,lalu berdoa:’’Ya tuhanku, seungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. ”Maka datanglah kepada Musa salah
seorang dari dua wanita itu berjalan kemalu-maluan,Ia berkata,”Sesungguhnya
bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap(kebaikan)kamu
memberi minum(ternak)kami.”(QS Al-Qashash :24-25(
Bila kita perhatikan contoh-contoh bagian pertama, kita dapatkan bahwa
kata-kata pada setiap kalimat sedikit jumlahnya, namun mencakup banyak makna.
Pada contoh pertama terdapat dua kata yang mencakup segala sesuatu dan segala
urusan dengan sehabis-habisnya. Sehubungan dengan itu diriwayatkan bahwa Ibnu
Umar ketika membaca ayat tersebut berkata,”Barangsiapa yang beranggapan masih
ada sesuatu yang lain, hendaklah ia mencarinya.” Contoh kedua merupakan symbol
balaghah dan keindahan. Kalimat ini mencakup sopan-santun dalam perjalanan dan
keharusan memperhatikan nasib orang lemah. Hal ini tidak mudah diungkapkan oleh
seseorang yang baligh kecuali dengan kata-kata yang panjang. Demikian juga
halnya dengan contoh yang ketiga. Uslub yang demikian disebut dengan ijaz.Karena lingkup ijaz itu sesuai dengan keluasan cakupan kata-kata sebagian
kata atau kalimat, maka yang demikian disebut sebagai ijaz qashr.
Selanjutnya pada contoh-contoh bagian kedua, kita dapatkan bahwa kalimat-kalimatnya
ringkas juga. Untuk mengetahui rahasia keringkasannya, marilah kita perhatikan
contoh keempat.Maka kita dapatkan bahwa sebagian katanya dibuang,sebab
diperkirakan asal kalimatnya adalah :”Wa jaa-a amru Rabbika”.Pada contoh kelima juga ada sebagian kalimat yang dibuang,yaitu jawab
qasam, karena diperkirakan asal kalimatnya adalah :”Qaaf, wal
Qur-aanil-majiidlatub’atsunna”(…sungguhengkau benar-benar akandibangkitkan).Adapun
pada contoh keenam, lafaz yang dibuang adalah beberapa kalimat, yang seandainya
tidak banyak dibuang, niscaya alur ceritanya adalah: Lalu kedua wanita itu
pergi menemui ayah mereka, dan mereka menceritakan hal-hal yang terjadi pada
diri Musa. Maka ayah mereka mengutus
salah seorang dari mereka untuk menemui Musa. Maka datanglah salah seorang….Karena
ijaz pada contoh-contoh bagian kedua ini ditempuh dengan membuang sebagiannya,
maka disebut sebagai ijaz hadzf. Disyaratkan bagi ijaz jenis ini harus
ada dalil yang menunjukkan lafaz yang dibuang tersebut. Bila tidak ada dalil yang
demikian, maka pembuangan sebagian kata/kalimat itu suatu hal yang merusak dan
tidak dapat dibenarkan.
B. Ithnab
Ithnab yaitu menyatakan
maksud dengan pernyataan yang melebihi beserta adanya faidah (dari kelebihan
itu). Jadi Ithnab juga
merupakan salah satu cara penyampaian suatu
maksud akan tetapi
lafaz kalimatnya ditambah
melebihi makna kalimat yang
ingin disampaikan tersebut karena
suatu hal yang dianggap berfaedah.
Teknik penyampaian ithnab banyak
sekali, diantaranya adalah :
a. Dzikrul khash ba’dal
‘am
Menyebutkan lafaz yang khusussetelah lafaz yang
umum. Hal ini berfaedah untuk mengingatkan kelebihan sesuatu yang khas itu.
b. Dzkrul ‘am ba’dal khas
Menyebutkan lafaz yang
umum setelah lafaz yang khusus. Hal ini berfaedah untukmenunjukkan keumuman
hukum kalimat yangbersangkutandengan memberi perhatian tersendiri terhadap
sesuatu yang khas itu.
c. Al-Idhah ba’dal Ibham
Menyebutkan lafaz yang
jelas maknanya setelah menyebutkan lafaz yang maknanya tidak
jelas. Hal ini berfaedah mempertegas makna dalam perhatian pendengar.
d. Tikrar
Mengulangi penyebutan
suatu lafaz. Hal ini berfaedah, seperti untuk mengetuk jiwa pendengarnya
terhadap makna yang dimaksud, untuk tahassur (menampakkan kesedihan), dan untuk
menghindari kesalahpahaman karena banyaknya anak kalimat
yang memisahkan unsur
pokok kalimat yang bersangkutan.
e. I’tiradh
Memasukkan anak kalimat ke tengah-tengah suatu kalimat atau antara dua kata
yang berkaitan, dan anak kalimat tersebut tidak memiliki kedudukan dalam i’rab.
f. Tadzyiil
Mengiringisuatu kalimat
dengan kalimat lain yang mencakup maknanya). Hal ini berfaedah sebagai taukid.
Tadzyiil itu ada dua macam :
1)
Jaarinmajralmitsl(berlaku sebagai contoh) bila kalimat yang ditambahkanitu
maknanya mandiri, tidak membutuhkan kalimat yang pertama.
2)
Ghairujaarinmajralmitsl (bila kalimat kedua itu tidak dapat lepas dari
kalimat pertama).
g. Ihtiras (penjagaan)
Yaitu bila si pembicara menyampaikan suatu kalimat yang memungkinkan
timbulnya kesalahpahaman, maka hendaklah ia tambahkan lafaz atau kalimat untuk
menghindarkan kesalahpahaman tersebut.
v Contoh- contoh :
a. Allah SWT. Berfirman:
تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan
Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur semua urusan”. (QS. Al Qadar :4)
b.
Allah SWT.
Berfirman :
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
"Wahai Tuhanku, ampunilah dosa-dosaku, hapuskan dosa ibu bapakku,orang
yang masuk kerumahku dengan beriman dan demikian pula dosa-dosa orang-orang
yang beriman, laki-laki dan perempuan”.(QS.Nuh :28)
c. Allah SWT.berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَٰلِكَ الْأَمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَٰؤُلَاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka
akan ditumpas habis di waktu subuh”.(QS.Al-Hijr :66).
d. ‘Antarah bin Syaddad berkata dalam sebagian
riwayatnya yang pernah digantungkan pada ka’bah :
يَدْعُوْنَ عَنْتَرَةَ وَالرِّمَاحُ كَأَنَّهَا #
أَشْطَا نُ بِئْرٍ فِي لَبَا نِ الأَدْهَمِ
يَدْعُوْنَ عَنْتَرَةَ وَالسُّيُوْفُ كَأَنَّهَا #
لَمْعُ الْبَوَارِقِ فِى سَحَابٍ مُظْلِمِ
“Mereka mengundang ‘Antarah, sedangkan
panah-panah itu seakan-akan tambang sumur di dada kuda”.
“Mereka mengundang ‘Antarah, sedangkan pedang-pedang
itu seakan-akan cahaya kilat di awan yang gelap”.
e.
An-Nabighah Al-Ja’diberkata :
أَلاَزَعَمْتَ
بَنُوْسَعْدٍ بِأَنِّى # - أَلاَكَذَ بُوْا – كَبِيْرُالسِّنِّ فَانِى
“Apakah anak-anak Sa’ad tidak beranggapan bahwa
saya-sebenarnya mereka bohong-adalah orang yang sudah tua dan akan musnah?”
f. Al-Huthai-ah
berkata :
تَزُوْرُفَتًى
يُعْطِى عَلَى الْحَمْدِ مَالَهُ # وَمَنْ يُعْطِ أَثْمَانَ الْمَحَامِدِ يُحْمَدِ
“Engkau menengok seorang pemuda yang memberikan
hartanya berkata pujian. Siapa orangnya yang member karena dipuji adalah orang
yang terpuji”.
g. Ibnu
Nubatah berkata :
لَمْ
يُبْقِ جُوْدُكَ لِى شَيْئًا أُؤَمِّلُهُ # تَرَكْتَنِى أَصْحَبُ الدُّنْيَا بِلاَ
أَمَلِ
“Kemurahanmu tidak lagi
menyisakan bagiku sesuatu yang dapat aku harapkan. Engkau meninggalkan aku
menempuh kehidupan dunia tanpa harapan”.
h.
Ibnul-Mu’taz menyifati kuda :
صَبَبْنَا
عَلَيْهَا – ظَالِمِيْنَ سِيَاطَنَا # فَطَارَتْ بِهَا أَيْدٍ سِرَاعٌ وَأَرْجُلُ
“Kami cambukkan kepadanya cambuk-cambuk kami
dengan zalim, maka melayanglah tangan dan kakinya dengan cepat”.
Bila kita perhatikan
contoh pertama, kita dapatkan bahwa lafaz “ar-Ruuh”adalah lafaz tambahan
karena maknanya telah tercakup oleh lafaz sebelumnya, yaitu lafaz “al-Malaa-ikatu”.Bila
kita perhatikan contoh yang kedua, juga kita dapatkan bahwa lafaz “Lii wa
liwaalidayya”adalah tambahan juga karena maknanya telah tercakup pada keumuman
lafaz “Al-Mu-miniin wal Mu-minaat”. Begitu juga semua lafaz contoh di
atas, mencakup kata-kata tambahan, sebagaimana akan dibahas lebih lanjut, dan
akan dijelaskan pula bahwa kata-kata tambahan itu tidaklah sia-sia, melainkan
didatangkan dari aspek yang halus dari balaghah untuk menambah bobot kalimat
yang meninggikan maknanya.Pengungkapan kalimat dengan cara demikian disebut ithnab.
Bila kita
perhatikan lagi, bahwa teknik ithnab itu bermacam-macam. Cara yang pertama pada
contoh pertama adalah penyebutan lafaz yang khusus setelah lafaz yang umum
(dzikrul-khash ba’dal-‘am). Dalam ayat tersebut, Allah secara khusus menyebut Ar-Ruuh,yakni
Jibril, padahal ia telah tercakup dalam keumuman malaikat. Hal ini dimaksudkan
sebagai penghormatan dan penghargaan bagi Jibril, seakan-akan ia dari jenis
lain. Jadi, faedah penambahan dalam ayat ini adalah untuk menghormat sesuatu
yang khas.
Pada
contoh kedua adalah dengan menyebutkan lafaz yang umum setelah lafaz yang
khusus (dzikrul-‘am ba’dal-khash).Dalam ayat ini Allah menyebutkan lafaz “al-mu-miniin wal mu-minaat”,yang
keduanya adalah lafaz yang umum, mencakup orang-orang yang disebut pada
lafaz-lafaz sebelumnya. Tujuan penambahan lafaz-lafaz tersebut adalah untuk
menunjukkan ketercakupan lafaz yang khas ke dalam lafaz yang umum dengan member
perhatian khusus kepada sesuatu yang khas karena disebut dua kali.
Pada contoh ketiga adalah
dengan al-idhah ba’dal ibhan (menyebutkan lafaz yang maknanya jelas
setelah menyebutkan lafaz yang maknanya tidak jelas)karena firman Allah itu
merupakan penjelasan dari bagi lafaz “al-amr”yang disebut sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk menambah ketegasan makna di hati pendengar dengan disebutkan
dua kali, pertama secara umum, dan kedua dengan tegas.
Pada
contoh keempat kedua bait syair “Antarah adalah dengan cara tikrar
(diulang penyebutannya), untuk menegaskan dan memantapkan maknanya di hati
pendengar. Maksud ini sangat tampak dalam pidato dan dalam rangka
menyombongkan/membanggakan diri,memuji,memberi bimbingan, dan member
peringatan. Pengulangan itu dapat juga disebabkan oleh hal-hal yang
lain,seperti tahassur (menampakkan kesedihan).Alasan lain lagi adalah
karena adanya kalimat pemisah yang banyak, seperti dalam syair :
لَقَدْ
عَلِمَ الْحَيُّ الْيَمَانُوْنَ أَنَّنِى # إِذَاقُلْتُ أَمَّابَعْدُ أَنِّى
خَطِيْبُهَا
Orang-orang
Yaman telah tahu bahwa bila saya berkata”Amma Ba’du”,saya adalah orang yang
mengatakannya.
Cara
kelima adalah dengan cara I’tiradh,yaitu dengan memasukkan satu kalimat
atau lebih ke tengah-tengah suatu kalimat atau ke antara dua kata yang
berhubungan. Kalimat yang ditambahkan tersebut tidak mempunyai kedudukan dalam
I’rab.Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan ke-baligh-an suatu kalimat.Dalam
syair An-Nabighah terletak di antara isim inna dan khabarnya, dengan maksud
untuk menegaskan peringatan kepada orang yang menuduhkan telah tua.
Cara
keenam pada contoh keenam dan ketujuh adalah dengan tadzyill,yaitu
mengiringi suatu kalimat dengan kalimat lain yang mengandung makna yang sama.
Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas maknanya. Sesungguhnya pada makna kedua
bait syair tersebut telah selesai pada syathar pertama, namun diulas kembali
pada syathar kedua. Bila kita perhatikan tadzyill pada kedua contoh
tersebut, adanya perbedaan di antara keduanya. Tadzyill pada contoh pertama
adalah kalimat yang maknanya mandiri, tidak terikat dengan pemahaman terhadap
kalimat sebelumnya.itu dinamakan jaarin majral mitsl(berlaku sebagai
contoh).Pada contoh kedua dinamakan ghairu jaarin majral mitsl(tidak dapat berlaku
sebagai contoh.Pada contoh terakhir bahwa seandainya kita hilangkan
lafaz zhaalimin,niscaya pendengar akan beranggapan bahwa kuda
Ibnul-Mu’taz itu dungu dan berhak dipukul. Makna yang demikian tidak sesuai dengan maksud
pembicara. Tambahan itu dinamakan ihtiraas.
C. Musawah
Musawah adalah
pengungkapan kalimat yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata
katanya sesuai dengan luasnya makna yang dikehendaki, tidak ada penambahan
ataupun pengurangan.
v Contoh-Contoh :
a. Allah SWT.berfirman :
وَمَاتُقَدِّمُوْا لأَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ
تَجِدُوْهُ عِنْدَاللّه .(البقرة : 110 )
“Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan
mendapat pahalanya pada sisi Allah”.(QS.Al-Baqarah ;110).
b. Allah SWT.berfirman :
وَلاَ يَحِيْقُ
الْمَكْرُالسَّيِّءُإِلاَّبِأَهْلِهِ .(فاطر:43 )
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa
kecuali atas orang yang merencanakannya”.(Fathir :43).
c. An-Nabighah Adz-Dzubyani berkata :
فَإِنَّكَ كَالَّيْلِ الَّذِيْ هُوَ مُدْ رِكِيْ #
وَإِنْ خِلْتَ أَنَّ الْمُنْتَأَى عَنْكَ وَاسِعٌ
“Sesungguhnya kamu itu seperti malam yang dapat mengejarku sekali pun
engkau menduga bahwa menghindar darimu banyak tempat yang luas”.
d. Tharafah bin Abd berkata :
سَتُبْدِيْ لَكَ الأَيَّامُ مَاكُنْتَ جَاهِلاٌ #
وَيَأْتِيْكَ بِالأَخْبَارِمَنْ لَمْ تُزَوِّدِ
“Hari-hari akan menunjukkan kepadamu apa-apa yang belum engkau ketahui,dan
akan datang kepadamu orang-orang yang belum pernah
kauberi bekal dengan membawa aneka ragam berita”.
Bila kita perhatikan
contoh-contoh di atas, kita dapatkan bahwa kata-katanya disusun sesuai dengan
makna yang dikehendaki, dan seandainya kita tambahi satu kata saja, niscaya
tampak ada kelebihan dan bila kita kurangi satu kata saja, niscaya akan mengurangi
maknanya. Jadi,kata-kata yang tersusun
dalam setiap contoh di atas sama dengan banyaknya makna. Oleh karena itu, pengungkapan kalimat yang demikian disebut
sebagai musawah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijaz adalah mengumpulkan makna yang banyak dalam kata-kata yang
sedikit dengan jelas dan fasih.
Adapun ijaz ini menurut ahli balaghah terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Ijaz qashr
a. Ijaz qashr
Ijaz Qashr yaitu
penyampaian maksud dengan
cara menggunakan ungkapan yang
pendek, namun mengandung banyak
makna, tanpa disertai pembuangan beberapa kata atau kalimat.
b. Ijaz hadzf
Ijaz Hadzf yaitu
ijaz dengan cara
membuang sebagian kata atau kalimat dengan syarat ada karinah yang
menunjukkan adanya lafaz yang dibuang tersebut.
Ithnab yaitu menyatakan
maksud dengan pernyataan yang melebihi beserta adanya faidah (dari kelebihan
itu).
Musawahadalah pengungkapan
kalimat yang maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata katanya
sesuai dengan luasnya makna yang dikehendaki, tidak ada penambahan ataupun
pengurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Jarim,Ali dan Musthafa Usman.2006 .Terjemahan AL- Balaaghatul
Waadhihah. Bandung: Sinar Baru AL-
Gesindo.
Akhdori, Imam. Terjemah Jauharul Maknun: Ilmu Balaghah.
Surabaya:
al-Hidayah. t.th
‘Akkariy, In’am Fawwal.1971.Al-Mu’jam al-Mufasshol fi Ulum
al-Balaghah.
Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah.
0 Response to "pengertian Ijaz, Ithnab dan Musawah"
Post a Comment